Totopong Aksesori Kepala Khas Urang Sunda




Aksesori apakah yang akan kamu kenakan jika memakai pakaian tradisional Sunda? Jika perempuan Sunda mengenakan kebaya, aksesori yang menjadi pelengkapnya, misalnya, cincin, gelang giwang, dan kalung. Untuk pria Sunda yang mengenakan pangsi, aksesorinya adalah iket kepala atau totopong. 

Totopong ini terbuat dari sehelai batik khas Sunda yang dibentuk sedemikian rupa sehingga membentuk model yang khas. Sebelum mengenakan totopong, pria Sunda harus bisa melipat sehelai kain itu, lalu dilipit, dan disimpulkan sebagai penguat ikatan.

Sumber: Facebook  Tobo Gallery
Kain totopong sebelum dibentuk

Totopong ini sudah lama dikenal oleh leluhur Sunda. Hal ini terbukti dengan adanya Carita Parahyangan (Kropak-406) yang menyebutkan totopong sudah dipakai pada zaman Majapahit sekira 669 masehi. Kala itu iket atau totopong disebut tipulung.

Arti iket Sunda pada awal kata iket adalah kata umum yang berarti ikat atau ikatan. Akan tetapi, karena benda yang diikatkan pada kepala (pria) dan terjadi ketika dangdan atau dangdos atau berdandan pada akhirnya kata iket menjadi kata atau istilah khusus yang mengandung arti ikat kepala.

Ketika dipakai oleh pria Sunda, totopong memiliki fungsi praktis, estetis, simbolis, dan filosofis.  Berikut ini penjelasan fungsi praktis, estetis, simbolis, filosofis, dan ragam  totopong. 

1. Praktis

Ikat kepala berfungsi sebagai penutup atau pelindung rambut/kepala. Pada beberapa momen, ikat kepala ini bisa dijadikan senjata untuk bela diri, pengganti sajadah saat salat, dan tempat menyimpan atau membawa barang ataupun uang.

2. Estetis

Dari sisi keindahan, totopong menjadi aksesori busana yang serasi atau memperindah penampilan pria Sunda.

Foto:  Lusi Reyna
Ki Lengser memakai totopong model julang ngapak.

3. Simbolis

Iket/totopong memiliki nilai simbolis jika dikenakan oleh orang tertentu pada saat atau momen tertentu. Misalnya, iket kepala model barambang semplak digunakan oleh para jago silat atau jawara, sedangkan iket model julang ngapak dipakai oleh tokoh lengeser dalam acara adat nikah Sunda. Dengan demikian, iket kepala ini merupakan identitas pemakai busana suku Sunda. 

4. Filosofis 
Sebagai warisan budaya karuhun (leluhur), bentuk totopong memuat nilai filosofis, yaitu insan Sunda berperilaku baik dan benar; mampu mengendalikan hawa nafsu. Nilai filosofis  totopong ini juga merupakan wujud estetika budaya urang Sunda.
 
Sumber: Pikiran Rakyat, 20/01/2013
Ragam totopong

5.  Ragam Totopong
Pada mulanya, iket kepala hanya dikenal ragam iket buhun (ragam lampau) yang dipakai oleh masyarakat kampung adat Sunda. Sesuai dengan perjalanan waktu, rupa berntuk iket kepala  berubah menjadi empat yang tentu perubahan ini tidak lepas dari iket bihari/buhun. Nama  totopong buhun, di antaranya, buaya nangsar,  barangbang semplak, julang ngapak, dan parekos jengkol. Selain ragamrupa bentuk totopong bihari/buhun, ada juga ragam lainnya, yaitu:
1) Totopong Kiwari (Modern)
Kehadiran totopong ini tidak lepas dari kemunculan banyak komunitas seniman Sunda yang giat mempertontonkan berbagai pertunjukan seni. 
Sumber: inkuiri.net
Totopong siap pakai


2). Totopong  Panganteur (Siap Pakai)
Untuk memudahkan siapa pun yang ingin memakai totopong, para pencinta totopong berkreasi dengan kain iket dengan cara dijahit sehingga pengguna bisa langsung memakainya. 
3) Totopong Wanoja (Iket Kepala untuk Wanita)
Seiring dengan perkembangan zaman, ternyata kaum wanoja (wanita Sunda) juga tertarik memakai iket kepala. Hal ini juga tidak terlepas dari hadirnya anak-anak muda yang mencintai budaya Sunda yang berkreasi dengan totopong. 
4) Totopong Rekarupa
Ragam totopong ini merupakan bentuk inovasi seni iket yang keluar dari pakem (aturan) yang selama ini berlaku. Hal ini memang terjadi karena banyaknya para kreator totopong yang bergaul atau berinteraksi dengan seni di luar seni Sunda sehingga mereka menciptakan totopong rekarupa alias modifikasi sesuai dengan pengetahuan dan penghayatan seniman pembuat totopong. Tentu ragam iket ini berkaitan dengan seniman yang akan mempertontonkan seni pertunjukan yang kas dari komunitasnya sehingga dibutuhkan ”aksesori” atau totopong khas komunitasnya. Selain itu, hal ini terjadi karena semakin banyak anak muda yang menggemari totopong sehingga banyak penjual totopong yang menunnjukkan kekhasan produk yang lain daripada produk yang sudah ada.

Nah, dari uraian itu, kamu pilih totopong yang mana? Semoga dengan melestarikan pemakaian artefak budaya karuhun Sunda ini, totopong akan tetap lestari, ya.  





----------

Baca info wisatajabar.com lainnya di GOOGLE NEWS