Belum lama ini (Rabu, 25/11/2015), masyarakat adat Desa/Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu menggelar tradisi yang sudah berusia ratusan tahun, ngarot, yaitu upacara tradisional menyambut datangnya musim hujan. Seperti yang sudah dilakukan sejak abad ke-16, ngarot selalu dilakukan pada hari Rabu minggu ketiga setiap bulan November atau Desember.
Digelar pada Musim Hujan
Ngarot biasanya dilakukan pada awal musim hujan, yaitu ketika hujan sudah mulai turun, namun intensitasnya masih sedikit. Sementara pada upacara ngarot yang dilaksanakan pada 25 November lalu, wilayah pantai utara belum merasakan guyuran hujan.
Menurut pemangku adat yang juga Kuwu Lelea, Raidi, ngarot tahun ini sengaja digelar pada bulan November ketika hujan belum turun. Karena bila dilakukan pada Rabu minggu ketiga bulan Desember, dikhawatirkan saat itu musim hujan sedang berada pada puncaknya sehingga bisa mengganggu prosesi arak-arakan.
Seperti biasanya, upacara ngarot selalu disambut masyarakat Desa Lelea dan sekitarnya dengan antusias. Apalagi dalam penyelenggaraan kali ini, upacara yang merupakan penanda awal musim tanam ini juga merupakan penanda harapan baru bagi masyarakat setempat. Ya, pada musim kemarau sebelumnya wilayah Indramayu memang mengalami kekeringan yang membuat sawah nyaris tak bisa ditanami. Akibat kemarau panjang yang merupakan dampak dari badai El Nino itu, banyak petani di Indramayu yang gagal panen.
Diikuti Perawan dan Jejaka
Yang paling menarik dalam upacara ngarot adalah peran dominan para remaja putri dan putra. Tidak sembarangan, anak remaja yang terlibat haruslah masih perawan dan jejaka. Selain itu, mereka pun haruslah berasal dari masyarakat yang berbahasa ibu bahasa Sunda.
Pada hari yang telah ditentukan, sekitar seratus remaja yang terpilih berkumpul di balai desa. Didampingi para tetua adat dan tokoh masyarakat, mereka kemudian melakukan arak-arakan mengelilingi desa.
Inilah momen yang paling menarik dari acara ini dan sudah ditunggu-tunggu para penonton, karena para peserta arak-arakan, terutama para gadis yang sudah dihias secantik mungkin, mengenakan pakaian tradisional kebaya, dilengkapi dengan mahkota bunga, berbagai aksesori, dan perhiasan lainnya sehingga sangat menarik perhatian. Sementara remaja putra mengenakan baju dan celana berwarna hitam, berbalut ikat kepala sehingga tampak gagah.
Usai arak-arakan, para remaja itu kemudian mendapat petuah dan dibekali benih dan alat-alat untuk menanam padi. Salah satu tujuan dari upacara ngarot memang regenerasi bercocok tanam kepada generasi penerus.
Digelar pada Musim Hujan
Ngarot biasanya dilakukan pada awal musim hujan, yaitu ketika hujan sudah mulai turun, namun intensitasnya masih sedikit. Sementara pada upacara ngarot yang dilaksanakan pada 25 November lalu, wilayah pantai utara belum merasakan guyuran hujan.
Menurut pemangku adat yang juga Kuwu Lelea, Raidi, ngarot tahun ini sengaja digelar pada bulan November ketika hujan belum turun. Karena bila dilakukan pada Rabu minggu ketiga bulan Desember, dikhawatirkan saat itu musim hujan sedang berada pada puncaknya sehingga bisa mengganggu prosesi arak-arakan.
Seperti biasanya, upacara ngarot selalu disambut masyarakat Desa Lelea dan sekitarnya dengan antusias. Apalagi dalam penyelenggaraan kali ini, upacara yang merupakan penanda awal musim tanam ini juga merupakan penanda harapan baru bagi masyarakat setempat. Ya, pada musim kemarau sebelumnya wilayah Indramayu memang mengalami kekeringan yang membuat sawah nyaris tak bisa ditanami. Akibat kemarau panjang yang merupakan dampak dari badai El Nino itu, banyak petani di Indramayu yang gagal panen.
Diikuti Perawan dan Jejaka
Yang paling menarik dalam upacara ngarot adalah peran dominan para remaja putri dan putra. Tidak sembarangan, anak remaja yang terlibat haruslah masih perawan dan jejaka. Selain itu, mereka pun haruslah berasal dari masyarakat yang berbahasa ibu bahasa Sunda.
Pada hari yang telah ditentukan, sekitar seratus remaja yang terpilih berkumpul di balai desa. Didampingi para tetua adat dan tokoh masyarakat, mereka kemudian melakukan arak-arakan mengelilingi desa.
Inilah momen yang paling menarik dari acara ini dan sudah ditunggu-tunggu para penonton, karena para peserta arak-arakan, terutama para gadis yang sudah dihias secantik mungkin, mengenakan pakaian tradisional kebaya, dilengkapi dengan mahkota bunga, berbagai aksesori, dan perhiasan lainnya sehingga sangat menarik perhatian. Sementara remaja putra mengenakan baju dan celana berwarna hitam, berbalut ikat kepala sehingga tampak gagah.
Usai arak-arakan, para remaja itu kemudian mendapat petuah dan dibekali benih dan alat-alat untuk menanam padi. Salah satu tujuan dari upacara ngarot memang regenerasi bercocok tanam kepada generasi penerus.
----------
Baca info wisatajabar.com lainnya di GOOGLE NEWS