Destinasi Ramah Digital dan Petualangan Angkat Pamor Tempat Wisata



Sebetulnya kebiasaan menyebarkan informasi wisata dengan media foto atau video dari dulu sudah ada. Dahulu, para pelancong biasa melakukan sesi pemotretan saat di tempat wisata. Rasanya kurang afdol bila ke tempat wisata tidak dipotret, baik sendiri maupun oleh jasa tukang potret keliling. Setelah dicuci cetak, foto biasa disimpan di album atau dibingkai dan dipasang di dinding. Selain untuk koleksi pribadi, juga semacam "pengumuman" atau "bukti" kepada orang lain bahwa kita sudah mengunjungi tempat wisata tersebut. Di sini, ada nilai kebanggaan tersendiri. Imbasnya, orang lain pun turut tertarik untuk datang ke tempat wisata tersebut.

Lebih jauh lagi, bila kita mengunjungi tempat wisata rasanya akan lebih keren dan lebih memuaskan bila mengunjungi tempat wisata yang jarang atau malah belum dirambah oleh orang lain. Sensasi petualangan pun jadi pilihan para pelancong model ini. Mereka rela asruk-asrukan ke tempat wisata yang masih perawan tersebut. Hingga di Tatar Sunda hal tersebut dikenal dengan istilah jarambah.

Kedua kebiasaan tersebut kini makin mendapat tempat seiring berkembangan teknologi digital. Tempat wisata yang gak instagramable rasanya akan kurang menyedot perhatian para wisatawan. Apalagi kaum muda yang menguasi jalur media sosial di negeri ini. Kunjungi, wisata, berfoto selfie, lalu mengunggah di media sosial jadi budaya kekinian seiring cepat tersebarnya informasi via uploadan tersebut. Dan pengunggah akan lebih merasa antimainstream bila mengunggah tempat wisata yang belum (banyak) dijamah oleh wisatawan umum. Ini jadi poin tersendiri bagi netizen, terutama kaum milenial.

Kedua hal tersebut juga tak luput dari bidikan pihak Kementerian Pariwisata RI. Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya secara resmi membuka Rapat Kerja Teknis Pra Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2018. Bertempat di Hotel Harris Vertu, Jakarta, Pra Rakornas mengusung tema tema Digital Destination & Nomadic Tourism, 12 Maret 2018.

Rencananya Rakornas sendiri akan dilaksanakan pada tanggal 22 hingga 23 Maret 2018 di Bali dengan tema yang sama. Dalam acara tersebut, hadir para Deputi Kemenpar, Asisten Deputi Kemenpar, Generasi Pesona Indonesia, Kepala Dinas Pariwisata Daerah dan stakeholder Pariwisata Indonesia.

Menpar memaparkan mengapa pihaknya mengusung tema Digital Destination & Nomadic Tourism? Karena perubahan zaman yang masuk era digital saat ini.Destinasi Digital adalah sebuah destinasi yang heboh di dunia maya, viral di media sosial, dan nge-hits di Instagram. Kids Zaman Now sering menyebut diferensiasi produk destinasi baru ini dengan istilah: “Instagramable.”

” Kamu semua harus bisa dan tahu, bahwa syarat utama membangun destinasi baru ini: harus layak foto atau fotogenik. Ciptakan 1.001 spot foto yang melahirkan banyak impressions. Ketika orang berdiri di sana, 360 derajat plus atas, plus bawah, penuh dengan objek foto. Jadi yang menarik untuk kamera,”ujar menteri asal Banyuwangi itu.

Menpar mengharapkan, dengan acara Pra Rakornas ini semua pihak bisa membayangkan desainer destinasi digital adalah gambar di screen handphone, ketika hendak di-capture! Buat semua sudut menjadi surga buat fotografer dan videografer. Temukan sensasi gambar dan suasana destinasi yang tidak ada di tempat lain, semakin eksklusif semakin mengundang orang datang. ” Dan kondisi saat ini adalah esteem economy, anak-anak muda zaman now butuh pengakuan pengakuan di sosial media, semua bisa didapat di Destinasi Digital,”kata Menpar.

Menpar juga melanjutkan tema kedua yakni Nomadic Tourism. Kata Menpar, Nomadic Tourism adalah solusi sementara sebagai solusi selamanya. Menpar selalu mengatakan, kunci kesuksesan pengembangan destinasi wisata adalah 3A yaitu: atraksi, aksesibilitas, dan amenitas. Namun, melengkapi tiga komponen ini bukanlah pekerjaan yang gampang.

Untuk mengembangkan amenitas memang kita harus menunggu aksesibilitas. Celakanya, imbuh Menpar,setelah aksesibilitas seperti bandara dan jalan terbangun, kita masih butuh waktu 4-5 tahun untuk membangun hotel berbintang. Sementara kita tahu target 20 juta wisman sudah di depan mata.

”Nah, solusinya adalah Nomadic Accomodation. Solusi tercepatnya adalah dengan membangun amenitas (akomodasi) yang sifatnya bisa dipindah-pindah. Bentuknya bermacam-macam. Akomodasi yang paling mobile adalah karavan, hotel di atas mobil, atau bisa kita sebut “hotel mobil”. Hotel karavan ini bisa berpindah harian atau mingguan, untuk mencari spot-spot terindah di suatu destinasi wisata,”kata Menpar.

----------

Baca info wisatajabar.com lainnya di GOOGLE NEWS