Kabayan Jadi Tukang Kayu



Karena istrinya, si Iteung setiap hari selalu mengomel menyuruhnya mencari pekerjaan, Kabayan yang lebih senang tidur-tiduran di balai-balai beranda, terpaksa harus memutar otak untuk mencari nafkah. Maka, pada suatu hari, Kabayan pun memutuskan untuk menjadi tukang kayu. Ia mengumumkan pada tetangganya bahwa ia menerima pekerjaan untuk membuat apa saja, seperti kursi, meja, dan barang-barang rumah tangga lainnya yang terbuat dari kayu.

 Suatu pagi, Kabayan kedatangan pelanggan pertamanya. Sang pelanggan datang dengan membawa gelondongan kayu yang cukup besar. Saking besarnya, sang pelanggan pertama ini harus menggotongnya dengan dua orang lainnya. Kayu tersebut bukan kayu sembarangan, melainkan kayu jati pilihan yang terkenal karena kualitasnya sangat bagus.

“Kabayan,” kata sang pelanggan, “tolong buatkan aku lesung buat istriku. Kasihan dia kalau setiap hari numpang menumbuk padi pada ibu mertuaku.”

“Baiklah,” kata Kabayan dengan lagak tukang kayu jempolan, “beri aku waktu sehari.”

Setelah harganya disepakati, sang pelanggan pertama itu pun pergi dengan gembira, karena esok hari  istrinya tak perlu lagi susah-susah kalau mau menumbuk padi. Sementara itu, Kabayan pun segera bekerja untuk memenuhi pesanan pelanggannya. Ia bekerja dengan rajin dan tekun, dikeluarkannya segala kemampuannya untuk membuat sebuah lesung yang terbaik yang pernah dibuat.

Kabayan bertekad membuat sebuah lesung besar agar istri pelanggannya leluasa ketika mengayunkan alu. Beberapa saat kemudian Kabayan tertegun, karena ternyata hasil jerih payahnya tidak begitu memuaskan. Karena itu, ia bertekad membuat lesung yang lebih kecil dari yang diniatkannya semula.

Setelah beberapa saat bekerja, lagi-lagi lesung itu pun tidak terlalu bagus walaupun Kabayan telah membentuknya sedemikian rupa. Kabayan merasa malu kalau menyerahkan hasil pekerjaannya yang tidak patut itu. Ia tetap harus menjaga gengsi sebagai tukang kayu nomor wahid. Kabayan tak putus asa, ia kini mencoba membuat lesung yang mungil semungil calon pemiliknya nanti. Begitu pikirnya sambil tersenyum-senyum. Ia pun kembali  memapas kayu jati pilihan itu dengan goloknya yang tajam.

Namun, setelah beberapa saat bekerja hingga peluhnya bercucuran, lagi-lagi Kabayan kurang merasa puas. Menurutnya, lesung yang mungil itu pun tak seindah yang dibayangkannya semula. Karena sudah tak mungkin membuat lesung yang lebih mungil lagi, maka Kabayan pun memutuskan untuk membuat alu saja. Karena itu, dengan giat ia kembali bekerja memapas-mapas batang kayu pilihan itu. Serpihan-serpihan kecil kayu sampai bertumpuk memperlihatkan upaya Kabayan yang luar biasa.

Detik berlalu menjadi menit, dan menit berubah menjadi jam, Kabayan pun menghela napas berat karena ternyata alu buatannya pun tak mungkin dipakai buat menumbuk padi. Kabayan   pantang menyerah, ia kini bertekad membuat cukil nasi saja dengan kayu itu, yang lagi-lagi hasilnya tidak jelas. Disebut cukil terlalu kecil, disebut sendok terlalu besar. Ah, sekalian saja aku bentuk menjadi sendok.

Begitu pikir Kabayan, yang segera memainkan pisaunya untuk membentuk “cukil” itu agar layak disebut sendok. Tapi apa lacur, sang sendok itu pun rasanya tak mungkin dipakai buat makan atau menciduk sayur. Kuah sayur pasti sudah tumpah ke lantai sebelum sampai di mulut pemakainya. Karena itu, Kabayan kembali  harus memeras pikiran apa gerangan yang akan dibuatnya setelah prakaryanya yang kesekian gagal. Beberapa saat kemudian Kabayan tersenyum, ide cemerlang muncul di benaknya begitu saja. Maka, Kabayan pun segera bekerja lagi hingga hari menjelang senja.

Keesokan harinya, pagi-pagi benar pelanggan Kabayan sudah datang menagih lesung yang akan segera dipakai istrinya. Kabayan pun segera menemuinya dengan penuh percaya diri.
“Kabayan, mana lesung yang saya pesan kemarin?” Tanya sang pelanggan.

Kabayan segera merogoh sakunya dan mengeluarkan hasil kerja kerasnya kemarin sambil berkata layaknya seorang diplomat dari negeri antah berantah. “Saudaraku, tampaknya Yang Mahakuasa belum menakdirkan istrimu memiliki sebuah lesung. Tapi jangan khawatir, karena aku telah membuatkan untukmu karyaku yang terbaik, sebatang tusuk gigi. Jadi, nanti kamu tak perlu susah-susah lagi sehabis makan. Terimalah ini,” kata Kabayan sembari menyodorkan sebatang kecil kayu yang sangat halus dan runcing. Bentuknya betul-betul sebuah tusuk gigi. Bahkan mungkin tusuk gigi paling rupawan yang pernah ada di dunia.

Sang pelanggan menerima tusuk gigi itu dengan takzim. Ia pun melenggang pulang dengan hati puas karena kini memiliki sebatang tusuk gigi terbaik adikarya tukang kayu amatiran bernama, Kabayan.

----------

Baca info wisatajabar.com lainnya di GOOGLE NEWS