Situ Lengkong Panjalu, Wisata Alam dan Wisata Religi di Ciamis




Panjalu merupakan kawasan di Kab. Ciamis yang mempunyai banyak lokasi bernilai sejarah, termasuk di dalamnya kaya akan adat-istiadat, kesenian dan kebudayaan. Dan bagi pecinta wisata religi, nama Situ Lengkong mungkin sudah tidak asing lagi. Wisata alam dan wisata religi ini banyak dikunjung wisatawan dari berbagai daerah di Nusantara.

Selain bisa menikmati panorama alam, peziarah/wisatawan juga mendapatkan wawasan soal sejarah penyebaran Islam. Karena pentingnya daerah Panjalu sebagai cikal bakal kerajaan Sunda Kawali, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 17 Maret tahun 2004 mengukuhkan panjalu sebagai desa wisata.

Rute ke Situ Lengkong
Lokasi wisata dengan luas kurang lebih 57,95 hektare tersebut terletak di Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis. Situ Lengkong terletak sekitar 35 km sebelah utara kota Kabupaten Ciamis atau 15 km sebelah barat Kota Kawali, berbatasan di sebelah utara dengan wilayah talaga Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, suatu lingkup wilayah komunitas yang dulu dikenal sebagai pusat Kerajaan Panjalu.

Situ ini terdapat di jalan alternatif dari Kawali, Ciamis yang tembus ke Gentong, Tasikmalaya. Atau kalau dari arah Gentong, belok di pertigaan yang menuju Pesantren Suryalaya dan teruskan perjalanan sampai di Situ Panjalu. Lengkapnya, untuk ke kawasan wisata Situ Lengkong rutenya bisa dari arah keluar tol Cileunyi - Rancaekek - Cicalengka - Nagreg - Limbangan - Malangbong - Pamoyanan - Pager Ageung - Suryalaya - Panjalu - Situ Lengkong. Sementara bila dari arah Cirebon bisa melalui rute Ciperna - Beber - Cilimus - Jalaksana - Kuningan - Kadugede - Darma - Cikijing - Maniis - Panjalu - Situ Lengkong.

Di tengah situ ini terdapat pulau Nusa Gede dimana terdapat hutan lindung serta peninggalan bersejarah. Di pulau ini terdapat juga makam penyebar agama Islam. Makam tersebuta adalah Prabu Hariang Kencana atau Sayyid Ali bin Muhammad bin Umar. Beliau adalah Raja Panjalu (biasa disebut juga Mbah Panjalu) sekaligus penyebar Islam di Ciamis. Di gerbang makamnya ada dua patung harimau.

Ritual upacara adat nyangku
Di kawasan wisata religi ini pun biasa digelar ritual upacara adat nyangku yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan dari berbagai daerah. Nyangku sendiri merupakan proses pembersihan benda-benda pusaka bersejarah peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora, para raja serta bupati Panjalu, yang disimpan di tempat khusus bernama Bumi Alit.

Pada akhir 2017 lalu, Kemendikbud menetapkan Nyangku sebagai warisan budaya tak benda (WBTB). Nyangku sendiri sebenarnya berasal dari kata yanko (Bahasa Arab) yang artinya 'membersihkan'. Namun kemudian berubah pelafalannya menjadi Nyangku. Nyangku berarti nyaangan laku (Bahasa Sunda) yaitu 'menerangi perilaku'.

Tradisi dan ritual adat warisah karuhun Panjalu yang digelar setiap hari Senin atau Kamis di penghujung Bulan Maulud tersebut selalu menyedot perhatian khalayak. Ribuan orang, baik warga lokal, wisatawan dalam dan luar daerah rela mengikuti rangkaian prosesi Nyangku sedari awal acara dimulai.

Ritual Nyangku diawali dengan berziarah ke makam raja di Situ Lengkong, Panjalu. Kemudian dilanjutkan dengan pencucian benda pusaka peninggalan raja. Upacara biasanya dimulai sekitar pukul 07.30 pagi dengan mengeluarkan benda-benda pusaka dari Bumi Alit dan diarak dengan cara digendong oleh keturunan raja Panjalu menuju Nusa Gede.

Rombongan pembawa benda pusaka akan mengenakan pakaian muslim dan pakaian adat Sunda. Setibanya di Situ Lengkong dengan menggunakan perahu rombongan pembawa benda-benda pusaka menyeberang menuju pulau dengan dikawal oleh dua puluh perahu lainnya.

Di kawasan ini pun ada Bumi Alit yang merupakan museum tradisional yang dijadikan tempat untuk menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan Kerajaan Panjalu.  Letak Bumi Alit dari Situ Lengkong Panjalu berjarak sekitar 500 meter. Bumi Alit awalnya dibangun oleh Prabu Rahyang Kancana di Dayeuh Nagasari, Ciomas, sebagai tempat penyimpanan pusaka peninggalana Prabu Sanghyang Borosngora. Bumi Alit sendiri berasal dari Bahasa Sunda yang berarti 'rumah kecil'.

Di sekitar situ terdapat berbagai kerajinan khas dijual. Pengunjung pun dapat menikmati fasilitas perahu  yang biasa digunakan para wisatawan untuk mengitari wilayah situ atau untuk penyebrangan ke pulau kecil di tengah situ. Bagi yang ingin naik perahu bisa menyewa Rp 125.000 per perahu. Adapun tarif masuk Situ Lengkong terbilang murah hanya Rp 2.500.

----------

Baca info wisatajabar.com lainnya di GOOGLE NEWS