Gelaran Guar Bumi Desa Ciparay, Pesona Wisata Budaya Majalengka




Desa Ciparay, Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka menggelar syukuran adat Guar Bumi pada hari Minggu, 29 Oktober 2017. Kegiatan desa ini mengambil tema ”Ngarawat Adat, Ngaraksa Kahirupan”. Guar Bumi Ciparay ingin menegaskan kembali pentingnya menjaga tradisi dan adat desa.

Gelaran Guar Bumi Ciparay kali ini dimeriahkan dengan berbagai acara antara lain Doa dan Tahlil Akbar, Napak Tilas Sejarah Cikal Bakal Desa, Helaran dan Ritual Syukuran Adat Guar Bumi berupa gelaran tradisi sedekah bumi dan tawur, karnaval dondang dan tumbak serta karnaval bebegig sawah.

Acara juga dimeriahkan dengan Pagelaran Seni Tradisi dan Budaya Desa, di mana tampil kesenian tari Topeng, Sampyong Calung Genjring dan atraksi sisingaan. Selain itu, digelar pula Pameran Kerajinan dan Kuliner Desa. Seluruh rangkaian acara Guar Bumi ditutup dengan Tausiah Kebudayaan dan  Pagelaran Wayang Kulit Langen Budaya bersama dengan KH Maman Imanulhaq dan Ki Dalang H Rusdi.

Menyambut musim tanam
Ritual Guar Bumi atau sedekah bumi digelar dengan harapan pada musim tanam yang akan datang para petani diberikan hasil panen yang berlimpah. Setiap tahun, tepatnya di awal musim hujan, warga sering berkumpul dan doa bersama meminta keselamatan kepada Sang Pencipta. Sedekah bumi merupakan sebuah ritual perenungan diri bahwa semua manusia berasal dari bumi dan hidup di bumi.

Acara ini didukung langsung Kementerian Pariwisata RI. Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Esthy Reko Astuti, didampingi Kepala Bidang Promosi Wisata Budaya, Wawan Gunawan, mengatakan bahwa acara tersebut merupakan kerja sama antara Kemenpar dengan Pemerintah Kabupaten Majalengka.

Acara ini digelar rutin setahun sekali, tepatnya menjelang awal menanam padi sebelum datang musim hujan. Untuk kegiatan 2017, acaranya dikemas dengan beragam atraksi menarik yang diharapkan menjadi daya tarik wisatawan nusantara dan mancanegara untuk berkunjung ke Majalengka.

Sebelum dimulai, beberapa tokoh masyarakat bersama pemerintah desa (pemdes) melakukan ritual terlebih dahulu. Mereka memanjatkan doa dan saling bertukar makananan khas sedekah bumi, yakni ketupat dan lepet-- makanan yang terbuat dari ketan seperti lontong.

Sejumlah tari-tarian tradisional juga mengiringi acara Guar Bumi, seperti Tari Topeng, Sampyong Genjring, dan permainan irama musik Calung. Selain itu, ada juga Pameran Kerajinan dan Kuliner Desa, Napak Tilas Desa, serta agenda mengunjungi situs peninggalan sejarah Hulu Dayeuh.

Sejarah Desa Ciparay, Majalengka
Pembentukan Desa Ciparay merupakan hasil pemekaran dari Desa Leuwimunding yang disebut dengan nama Hulu Dayeuh. Hulu Dayeuh adalah terdapat sebuah batu yang berbentuk coakan-coakan, menurut cerita dari Para Sesepuh Balai Desa Ciparay dahulu waktu awal pembentukan Desa Ciparay terletak di RW 02 yang sekarang lokasinya menjadi rumah dan mushola almarhum K Abdul Jalil.

Sementara di RW 01 terdapat makam penyebar Islam dari daerah Tuban bernama Syekh Abu Bakar yang lebih dikenal dengan nama Buyut Bokor. Di RW 06 Dukuh Bahar terdapat Situs Makam Pahlawan yakni di kompleks pemakaman Muara.

Sentra kerajinan renda
Lebih dari 50 persen penduduk Desa Ciparay, Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka memiliki mata pencaharian sebagai perajin industri kreatif, berupa perajin pakaian, taplak meja, dan kerajinan lainnya yang dibuat dengan cara direnda. Hasil kerajinan tangan warga dikirim ke berbagai daerah di luar Pulau Jawa seperti Nusa Tengara Timur dan Nusa Tengaha Barat, Kupang, Lombok, Kalimantan, hingga ke Papua.

----------

Baca info wisatajabar.com lainnya di GOOGLE NEWS