Catatan Wisata Jawa Barat 2016: Permasalahan Seputar Wisata



Tak bisa dipungkiri, untuk urusan pengelolaan dan pengembangan wisata, pihak pemerintah kalah jauh dengan pihak swasta. Beberapa tempat wisata yang dikelola oleh pihak swasta seperti di Bandung mampu menyedot pengunjung dan memberi andil dalam pendapatan kas daerah. Salah satunya bisa dilihat di Bandung seperti Farmhouse Lembang yang jadi wisata primadona selama 2016. Untuk urusan inovasi pengelolaan dan pembenahan wisata, Bandung memang dirasa masih menjadi kiblatnya.

Juga wisata Floating Market Lembang yang tetap menjadi tujuan para wisatawan yang berlibur ke Lembang. Kedua tempat wisata tersebut dikelola oleh "raja factory outlet" Perry Tristianto. Dengan kelihaian menangkap peluang bisnis sektor wisata, ia mampu menyajikan konsep tempat wisata yang lain daripada yang lain. Begitu pula tempat wisata lain di Ciwidey seperti Barusen Hills, Ciwidey Valley Resort, Glamping Legok Kondang, Dago Dream Park, Lereng Anteng Ciumbuleuit, Restoran Perahu Situ Patenggang, Dusun Bambu, atau The Lodge Maribaya yang menyajikan konsep unik mampu merebut perhatian para wisatawan.

Namun, pihak pemerintah daerah pun seperti Purwakarta mampu juga memoles dan menyajikan tempat wisata yang semakin hari kian digandrungi. Pihak lain seperti Perum Perhutani pun memunculkan inovasi baru dalam penataan dan pengelolaan tempat wisata, seperti yang dilakukan pada tempat wisata Curug Pelangi (Curug Pelangi) ataupun Puncak Bintang.

Di Tasikmalaya pun sempat tren Menara Eiffel versi Tasik yang terbuat dari bambu. Namun, entah mengapa lambat laun pamornya meredup. Mungkin karena pengelolaan dan koordinasi pengelola dengan pihan dinas terkait kurang. Padahal spot menara dari bambu tersebut berpotensi jadi ikon wisata Tasikmalaya.

Peran netizen dan komunitas wisata
Para netizen yang mengelola akun medsos, blogger, ataupun vlogger tak dapat disepelekan. Informasi tentang tren wisata di Jawa Barat cepat menyebar secara viral dan mengundang kunjungan wisatawan. Ini dirasakan oleh wisatajabar.com sendiri, dimana dari bulan ke bulan rasanya tim kami mendadak jadi public relation pada para wisatawan yang sering bertanya via SMS/telepon/WA atau via e-mail yang menanyakan tentang tempat wisata yang sedang ngetren di media sosial.

Pertanyaan yang diajukan biasanya seputar akses ke lokasi, harga tiket masuk, jam operasional, hotel/penginapan terdekat, hingga kontak pengelola. Ini yang kerap bikin kami bingung karena akses informasi dan kontak harus selalu di-update. Untuk tempat wisata di Bandung memang tergolong tidak masalah karena pengelola bekerja sama baik dengan saling memberikan informasi. Namun untuk daerah lain, tempat wisata yang sedang ngehits kebanyakan masih dikelola masyarakat atau apa adanya.

Inilah tugas pemerintah daerah dengan dinas terkait ataupun pengelola wisata untuk bisa memberikan akses informasi lebih mendalam akan potensi tempat wisata di daerahnya. Ya, minimal dengan membuat website/blog atau akun media sosial tentang tempat wisata tersebut. Hal ini agar para calon wisatawan tidak pareumeun oboro atau sangat sulit mendapatkan informasi tentang profil dan kontak tempat wisata tersebut.

Bencana alam dan minimnya akses transportasi
Cuaca ekstrem yang terjadi akhir-akhir ini memang berimbas pada kunjungan wisata. Misalnya terjadinya longsor di Jln. Kolonel Masturi (Parongpong) Lembang; banjir bandang Sungai Cimanuk Garut; banjir di Pasteur dan Pagarsih Bandung; amblesnya Jembatan Putrapinggan (jalur ke Pangandaran); atau yang terbaru di akhir 2016 bergeser dan retaknya Jembatan Cisomang di Tol Cipularang lumayan mengganggu kunjungan wisatawan.

Masalah lainnya terkait minimnya akses transportasi ke tempat wisata. Misalnya akses ke Geopark Ciletuh di Sukabumi yang kondisi jalannya masih belum ngeunaheun alias belum nyaman. Atau akses ke wisata jalur selatan di Tasikmalaya yang terganggu karena longsor di Salopa. Kunjungan wisatawan ke Curug Dengdeng, Cikatomas pun lumayan meredup. Padahal saat itu, pamor Curug Dengdeng sedang naik dan menarik perhatian kunjungan para pelancong yang penasaran dengan keindahan air terjun tersebut. Termasuk juga jalur ke wisata favorit Ciwidey di Bandung Selatan yang kondisi jalannya belum banyak perubahan, dimana jalan sempit, kalau hujan licin, dan musim liburan macetnya minta ampun.

Pungutan liar dan karcis/retribusi mahal di tempat wisata
Ada kebiasaan di negara kita, bila musim liburan dipastikan tarif masuk, hotel, hingga harga kuliner ikut naik. Ini karena mengikut hukum permintaan, dimana permintaan banyak harga pun jadi naik. Kalau kenaikan masih batas wajar masih bisa dimaklumi. Namun kalau tiba-tiba harga karcis atau retribusi lain jadi naik, itu bikin wisatawan lokal dan wisatawan asing berpikiri dua kali untuk mengunjungi tempat wisata tersebut.

Kejadian seperti itu terjadi saat musim liburan Lebaran dan Imlek 2016, salah satunya di kawasan wisata pantai di Garut Selatan. Dimana wisatawan harus merogoh kocek lebih dalam dari urusan tarif parkir, pemaksaan beli makanan di warung, hingga tarif wahana wisata yang melambung tinggi. Kejadian ini terjadi pula di kawasan wisata Pantai Pangandaran dimana pungli dan japrem yang terjadi sempat membikin wisatawan resah.

Oknum ormas dan preman biasanya kadang jadi pengganggu kenyamanan di tempat wisata. Modus yang dilakukan biasanya dengan memaksa mencuci mobil yang diparkir di hotel/tempat penginapan dan biaya jasa cuci bisa mencapai 100 ribu lebih (ini dialami sendiri oleh tim wisatajabar.com); dipaksa membeli makanan di warung yang ditentukan olehnya; atau retribusi lain di tempat wisata yang tidak sesuai ketentuan aturan Pemda setempat.

----------

Baca info wisatajabar.com lainnya di GOOGLE NEWS